Awalnya hanya merasa migrain (sakit kepala sebelah) dan cepat lelah, namun tak dinyana itu adalah awal dari kejatuhan diri sang penyanyi Rita Dinah Kandi (RDK) yang tenar pada tahun 1980-an, yang ambruk karena sakit kepala hebat dan tumor yang bersarang di otaknya.
Kisah tumor yang bersarang di otak RDK memang berawal dari migrain dan rasa sakit di bagian kanan tubuhnya. Kala itu, RDK sempat melakukan pemindaian kepala (CT Scan).
Tapi dokter saraf yang memeriksannya tak menemukan keanehan apapun. Dia dinyatakan sehat. Migrain hanya diperkirakan akibat gangguan keseimbangan hormon estrogen, perkara yang lumrah dialami perempuan menjelang datang bulan.
"Awalnya hanya migrain dan cepat lelah. Saya kira hanya masuk angin biasa, karena begitu minum pain killer (obat pereda nyeri) dan istirahat sehari dua hari, langsung sembuh," jelas Rita Dinah Kandi, dalam press release 'Cinta RDK untuk Anak Indonesia'.
Karena hasil scan tak menunjukkan hal serius, RDK pun tetap menjalani hari-harinya yang sibuk. Saat itu, kesibukan RDK tak berkurang walaupun sering merasa nyeri kepala dan kelelahan.
Antrean pasien di klinik, pekerjaan yang menumpuk di kantor konstruksi dan jasa ekspor-impor, serta tawaran manggung yang cukup padat menenggelamkan seluruh keluhan kesehatannya.
RDK yang lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, 18 Agustus 1962, adalah seorang penyanyi yang melejit lewat lagu Kisah Cinta di Kota Kecil. Tak hanya itu, wanita alumni Universitas Trisakti ini merupakan seorang dokter gigi dan pendiri perusahaan kontraktor, konstruksi dan jasa ekspor-impor di Jakarta.
Namun, tubuh tak bisa dikelabui. Selain nyeri migrain yang lebih kerap datang, tangan kanannya pun sering kesemutan dan mati rasa tanpa sebab. Rasanya seperti terpukul, terutama setelah berolahraga cukup keras. Semakin lama pil-pil pereda rasa sakit yang diminumnya semakin banyak.
"Awalnya hanya sebutir, lalu tiga-empat butir sehari. Karena menyangka semua keluhan itu akibat kelebihan kolesterol, pil-pil pereda nyeri juga ditambah dengan tablet peluruh kolesterol. Tapi tetap tak ada hasilnya," kenang dokter yang kini praktik di sebuah klinik di kawasan Kebayoran Baru.
RDK tidak menyadari kalau ada tumor di otaknya yang semakin menjadi-jadi dengan seringnya ia sakit kepala. Hingga pada malam takbiran (menjelang Idul Fitri) 12 Oktober 2007, serangan mirip sroke menimpanya saat RDK tertidur di kamar lantai tiga rumahnya.
Saat serangan datang, tangan dan kaki kanannya mati rasa sehingga tak bisa digerakkan. Mulutnya perot, pandangan mata kabur. Kepala kirinya nyeri seperti ditusuk-tusuk. Suara teriakan minta tolongnya kalah oleh suara televisi di ruang keluarga lantai dua.
RDK mencoba bangkit mencari bantuan. Menyeret kaki kanan yang lemah, dia berusaha turun ke lantai dua. Nahas, di tangga kakinya terpeleset dan tubuhnya terjerembab. Kepalanya terbentur-bentur anak tangga hingga lantai dua.
"Ketika jatuh, saya tidak pingsan. Jadi saya sepenuhnya sadar ketika jidat dan kepala berdarah terbentur-bentur anak tangga," terang ibunda dari Paquita Genuschka dan Ramawajdi Kanishka.
Benturan keras itu didengar keluarganya. Setengah jam kemudian, RDK sudah berada di RS MMC (Metropolitan Medical Center) di Kuningan, Jakarta. Luka di kepalanya dijahit. Untuk memeriksa apakah ada gegar otak akibat benturan, dia sekali lagi menjalani pemindaian kepala.
Dokter menemukan citra serupa kapas hitam di bagian kiri kepalanya. Ketika itu, 'kapas' tersebut disangka perdarahan dalam. Tapi ketika diperiksa ulang dengan cairan kontras, ditemukan tumor berukuran lima sentimeter di batok kepala kirinya. Tumor di bagian otak kiri itulah penyebab seluruh keluhan nyeri dan mati rasa di bagian tubuh kanan.
Meski sangat shock, RDK langsung menggelar rapat dengan keluarga besar, yang tahun itu terpaksa merayakan Lebaran di rumah sakit. Setelah rapat keluarga, dia semakin mantap melakukan operasi.
"Karena saya tahu, tidak ada acara lain untuk menyembuhkan tumor selain harus dikeluarkan. Sempat terpikir operasi di Australia atau Singapura, tapi akhirnya diputuskan di MMC saja," ungkap wanita yang pernah mendapat penghargaan Juara II Bintang Radio/TV Remaja 1977 se-Sumatera Selatan.
Karena sebagian tim dokter mengambil cuti Lebaran, persiapan operasi tertunda sehari. Esok harinya, setelah berpuasa sehari, 8 orang tim dokter bedah RS MMC langsung mengangkat tumor di kepalanya.
Operasi berlangsung lebih dari 5 jam. Karena stok darah di PMI kering pascapuasa, keluarganya pontang panting menghubungi teman-teman artis untuk menyumbang darah. Hasilnya, lebih dari 2.000 cc darah ditransfusikan.
RDK tentu saja mengalami koma, karena yang dioperasi adalah otak, pengendali kerja organ, maka seluruh organ tubuhnya harus digantikan mesin. Untuk bernapas, RDK harus menggunakan respirator yang ditanam hingga beranda paru-paru. Jantung dan ginjalnya juga diambil alih alat bantu kehidupan.
Merupakan keajaiban, RDK termasuk salah satu yang beruntung dapat selamat dan sembuh setelah menjalani operasi bedah otak yang berisiko tinggi pada 17 Oktober 2007.
"Ketika sadar, rasanya seluruh tubuh sakit sekali, karena saya bisa bernapas sendiri tapi dipaksa bernapas sesuai perintah mesin. Delapan jam tersiksa sekali, namun saya tidak bisa apa-apa," jelas Rita.
Setelah operasi, butuh waktu 10 hari untuk memulihkan diri. RDK bak bayi yang harus belajar semuanya dari awal. Karena tangan dan kakinya lemah seperti tak memiliki otot.
Dua hari pasca operasi, memegang tisu saja dia tak kuat. Meski demikian, dia merasa beruntung karena tidak ada gangguan pada fungsi koordinasi maupun kendali inderanya.
"Bedah otak memang paling berisiko, karena otak kan terdiri atas jutaan saraf. Satu saja saraf di otak kiri putus, efeknya bisa ke kemampuan bicara," terangnya.
Meski telah menjalani operasi, setiap hari RDK masih mengonsumsi pil pereda nyeri, karena nyeri kepala dan mati rasa kerap dirasakan. Semua keluhan itu wajar, karena bekas tumor di otaknya baru benar-benar kering dua tahun pasca operasi.
Sehari tiga kali dia juga melakukan fisioterapi. Setelah kemampuan fisiknya menguat, fisioterapinya kini berkurang hanya dua hari sekali.
RDK kini lebih mensyukuri kehidupan keduanya. Dia berusaha menjaga kesehatan dengan menata diri agar tidak terlalu ambisius mengejar karir dan uang. Dia belajar satu hal, 5 jam di meja operasi ternyata sama nilainya dengan semua jerih payah yang dikumpulkannya bertahun-tahun.
"Pokoknya sia-sia kerja keras banting tulang selama ini, karena habis untuk berobat. Sekali operasi ratusan juta dan selama dua tahun ke depan obat-obatan bisa habis puluhan juta sebulan," ujarnya.
Perjuangannya dalam melalui masa-masa berat memberikan inspirasi bagi sahabatnya, seorang pencipta lagu, Bebi Romeo, yang kemudian menciptakan lagu khusus untuknya yang berjudul Pedih, Setia dan Permata Hati.
"Lagu Pedih ini merupakan awal dari titik balik karir menyanyiku setelah melalui masa-masa tersulit dalam hidupku. Oleh karena itu, lagu ini aku persembahkan kepada mereka yang menderita dan semoga dapat memberikan support bahwa suasana dan keadaan bagaimanapun, janganlah kita berputus asa karena Allah SWT selalu mendengarkan curahan hati dan doa kita," imbuh wanita yang kini berusia 47 tahun.
Pengenalan kembali sosok RDK melalui karya terbarunya yang khusus didedikasikan bagi penderita tumor otak di Indonesia layak mendapat dukungan. Ini ia lakukan atas dasar kemanusiaan serta hati nurani yang mana beliau sendiri pernah mengalaminya.
Pengobatan dan penyembuhan yang membutuhkan biaya besar merupakan kendala bagi masyarakat penderita tumor otak di Indonesia. Melalui karya yang dibuat khusus untuk memanjatkan syukur serta mengenang derita sakit, diharapkan dapat mengambil simpati masyarakat luas di Indonesia.
Trik Seo Youtube
-
[image: Seo Youtube]
*Trik Seo Youtube*-Mungkin cukup lama saya tidak update blog ini padahal
kangennya luar binasa tapi apa daya kerjaan serta badan yang ...
7 years ago
0 komentar:
Post a Comment